Langkah-langkah efisiensi pun dilakukan. Jim Ratcliffe, pemilik saham minoritas yang kini punya pengaruh besar, memotong habis-habisan biaya operasional.
Dari PHK staf hingga mencabut makan siang gratis pegawai, United tak lagi bisa berdiri dengan gagah tanpa hitung-hitungan mikro.
Liga Europa: Nafas Panjang yang Diperjuangkan
Menjuarai Liga Europa bisa memberikan minimal 60 juta pound—cukup untuk sedikit meringankan napas dan memberi ruang negosiasi di jendela transfer musim panas nanti.
Baca Juga:Moises Caicedo: Pilar Chelsea di Tengah Krisis, Perpanjangan Kontrak MenantiPersib Bandung: Comeback Dramatis di GBLA, Bangkitkan Harapan Juara Liga 1 2024/25
Tapi sasaran utamanya tetap Liga Champions, yang berpotensi menghasilkan pemasukan hingga 138 juta euro per musim.
Itulah sebabnya United kini mulai “mengorbankan” Liga Inggris. Mereka tak akan ngotot di enam laga terakhir, selama tak terdegradasi.
Fokus total ditujukan pada Liga Europa—jalur paling realistis untuk menyelamatkan proyek jangka panjang dan menjaga daya pikat klub di mata bintang-bintang sepak bola dunia.
Harga Mahal dari Masa Lalu
Masalah terbesar United bukan hanya soal utang, tapi juga soal investasi gagal di bursa transfer. Banyak pemain dibeli dengan harga tinggi, tetapi kini nyaris tak diminati.
Marcus Rashford, Jadon Sancho, dan Antony adalah contoh bintang mahal yang akhirnya dipinjamkan hanya untuk memangkas beban gaji.
Sementara pemain-pemain potensial seperti Scott McTominay justru bersinar di tempat lain—Napoli, dalam kasusnya—menjadi penyesalan yang terlambat disadari oleh manajemen klub.
Arah yang Belum Jelas, Harapan yang Masih Menyala
Liga Europa musim ini adalah arena pertarungan terakhir. Bukan hanya untuk status, tetapi untuk kelangsungan operasional.
Baca Juga:Bocah Ajaib Arsenal yang Tak Gentar Hadapi Madrid: Kontrak Baru Myles Lewis-Skelly Sudah di Depan MataJurgen Klopp: Menolak Madrid dan Brasil, Kini Dihadapkan pada Dua Takdir Besar
Sebuah ironi, bahwa klub yang pernah begitu dominan kini menggantungkan nasibnya pada kompetisi yang dulu mungkin mereka pandang sebelah mata.
Namun seperti dalam setiap babak kedua yang menegangkan, asa selalu punya ruang. Selama peluit belum berbunyi, Setan Merah masih bisa bangkit.
Dan siapa tahu, dari reruntuhan utang dan kegagalan, Manchester United bisa membangun kembali kisah kejayaan mereka—dimulai dari tempat yang tak pernah mereka duga: Liga Europa.